Dalam rangka acara tematik yang diselenggarakan oleh Badan Koordinasi Hubungan Masyarakat (Bakohumas) Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) bertajuk “Urgensi PPHN Sebagai Pedoman dan Arah Pembangunan Nasional”,
Wakil Ketua MPR RI dari Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), menyampaikan visi pentingnya arah pembangunan bangsa yang jelas dan berkelanjutan.
Bertempat di Ruang Delegasi MPR RI, Nusantara V, Gedung MPR RI pada hari Selasa, 19 Agustus 2025, Ibas memulai sambutannya dengan sebuah penegasan.
“Tanpa arah, bangsa bisa maju tapi tidak menuju apa-apa. Momentum ini sangat penting dalam upaya membangun pemahaman bersama mengenai arah pembangunan bangsa ke depan, melalui penguatan dasar konstitusional yang terlembaga dan berkelanjutan.” ujar Ibas.
Dalam pidatonya, Ibas menjelaskan bahwa MPR telah menyelenggarakan Sidang Tahunan pada 15 Agustus 2025 serta memperingati Hari Konstitusi dan HUT ke-80 MPR RI pada 18 Agustus 2025.
“Melalui penguatan dasar konstitusional yang terlembaga dan berkelanjutan, beberapa hari lalu, tepatnya pada tanggal 15 Agustus 2025, MPR telah menyelenggarakan Sidang Tahunan sebagai forum untuk menyampaikan laporan kinerja lembaga-lembaga negara oleh Presiden selaku Kepala Negara,” sebutnya.
“Kemudian, pada 18 Agustus 2025, MPR juga memperingati Hari Konstitusi dan HUT ke-80 MPR RI,” lanjutnya.
“Peringatan tersebut bukan sekadar seremoni, tetapi menjadi pengingat bahwa seluruh tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara kita berpijak pada konstitusi. Konstitusi adalah fondasi utama yang wajib dipahami oleh seluruh rakyat Indonesia, karena di dalamnya terkandung hak dan kewajiban konstitusional sebagai warga negara,” jelas Ibas.
Lebih jauh, Ibas membeberkan perjalanan panjang lembaga MPR RI. Sejak perubahan UUD 1945 pada tahun 1999–2002, terjadi pergeseran signifikan dalam struktur ketatanegaraan, termasuk perubahan kewenangan MPR. Sebelum amandemen, MPR memiliki kewenangan memilih presiden dan wakil presiden serta menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Namun pasca-amandemen, kewenangan itu dihapuskan.
Ibas juga menyoroti adanya kekosongan arah pembangunan jangka panjang pasca-amandemen UUD 1945.
“Sebagai gantinya, presiden tidak lagi menerima mandat dari MPR, tetapi dari rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Dalam kondisi inilah muncul kekosongan arah pembangunan jangka panjang yang terkoordinasi, karena visi dan misi pembangunan berganti-ganti setiap periode pemilu,” jelasnya.
Akibatnya, kata Ibas, pembangunan terkesan terfragmentasi dan tidak konsisten secara nasional. Arah pembangunan nasional ditentukan melalui Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) yang bersifat eksekutif-sentris.
Ibas melanjutkan bahwa kekosongan ini mendorong munculnya aspirasi dari masyarakat.
“Dalam perjalanannya, muncul berbagai aspirasi dari masyarakat yang mendorong agar arah pembangunan tidak bersifat jangka pendek dan berubah-ubah tergantung pada hasil pemilu. Aspirasi tersebut menghendaki hadirnya kembali suatu pedoman pembangunan nasional yang terlembaga dan mengikat secara konstitusional, namun tetap tidak bertentangan dengan sistem presidensial yang kita anut.” tukas dia.