Anggota Komisi I DPR RI Nurul Arifin menilai kesepakatan transfer data antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) sebagai bagian dari kesepakatan tarif impor menjadi landasan hukum yang kuat bagi perlindungan data pribadi warga negara Indonesia.
Menurut dia, kesepakatan itu bukanlah bentuk penyerahan data pribadi WNI secara bebas, melainkan upaya membangun tata kelola data lintas negara yang sah, aman, dan akuntabel.
“Kesepakatan ini justru menjadi landasan hukum yang kuat bagi perlindungan data pribadi WNI, khususnya saat menggunakan layanan digital dari perusahaan berbasis di Amerika Serikat, seperti media sosial, mesin pencari, layanan cloud, dan e-commerce,” kata Nurul dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu, 30 Juli 2025.
Nurul memandang prinsip utama dalam kerja sama tersebut adalah menjaga tata kelola data yang baik, melindungi hak individu, serta menjunjung tinggi kedaulatan hukum nasional.
Nurul juga menekankan bahwa pemindahan data pribadi lintas negara hanya diizinkan untuk kepentingan yang sah, terbatas, dan memiliki dasar hukum yang jelas.
Dia menuturkan pengawasan transfer data tersebut tetap berada di tangan otoritas Indonesia dan dilakukan dengan prinsip kehati-hatian.
Hal tersebut sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi, serta Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.
Dia menyampaikan bahwa langkah tersebut menempatkan Indonesia sejajar dengan negara-negara anggota G7 yang telah lebih dulu menerapkan mekanisme transfer data lintas batas secara aman, seperti Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Jerman, Prancis, Italia, dan Britania Raya.