Anggota Komisi V DPR RI Adian Napitupulu mengingatkan aplikator transportasi daring harus punya dasar hukum yang jelas untuk memberlakukan pungutan di luar potongan komisi pengemudi.
“Sebagai negara hukum, kita sama-sama tahu bahwa ‘lumrah’ bukanlah dasar hukum bagi siapapun untuk dibiarkan memungut uang secara terorganisir, masif, terus menerus, dan dalam jumlah yang sangat besar,” kata Adian dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 14 Juni 2025.
Adian menyentil pungutan yang diistilahkan aplikator sebagai ‘biaya kelumrahan’. Pungutan itu diambil dari biaya platform, biaya perjalanan aman, dan biaya hijau.
Sorotan ini muncul setelah konferensi pers aplikator bersama Menteri Perhubungan pada 19 Mei 2025. Saat itu, terungkap adanya pungutan kepada konsumen di luar potongan 20 persen dari pengemudi.
Aplikator beralasan bahwa biaya-biaya tersebut, seperti ‘Platform Fee’ atau biaya layanan aplikasi adalah hal yang lumrah dipungut dalam bisnis aplikasi.
Wakil Ketua Badan Aspirasi Masyarakat DPR RI ini menjelaskan dari tampilan layar konsumen saat memesan kendaraan roda dua, seringkali terlihat biaya tambahan seperti Rp2.000 untuk jasa aplikasi, Rp1.000 untuk biaya perjalanan aman, dan Rp500 untuk biaya hijau.
Ketiga biaya inilah yang diasumsikan tidak dipotong dari komisi pengemudi, melainkan dipungut langsung dari konsumen dengan dalih ‘kelumrahan’.