Site icon WikiParlemen

Pengibaran Bendera One Piece Dilema Nasionalisme di Era Pop Culture

Fenomena pengibaran bendera bajak laut “Jolly Roger” dari serial kartun One Piece menjadi salah satu tanda perubahan zaman. Di mana identitas kolektif bangsa diuji oleh daya tarik budaya luar yang begitu kuat. Generasi muda kini tidak hanya menjadi konsumen budaya global, tetapi mulai mengadopsinya sebagai identitas alternatif.

Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Fraksi PKS MPR RI, Johan Rosihan, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (7/8/2025).

Johan Rosihan menekankan permasalahan yang timbul bukan terletak pada fandom atau kecintaan terhadap budaya pop itu sendiri, melainkan pada pemaknaan simbol dan tempat yang diberikannya.

Mengibarkan bendera bajak laut di puncak gunung Indonesia tidak bisa dilepaskan dari konotasi simbolik.

“Seolah menyandingkan atau bahkan menggantikan simbol negara. Tindakan ini, disengaja atau tidak, telah menyentuh wilayah sensitive dalam kesadaran berbangsa,” ungkapnya

Johan mengatakan bahwa bendera Merah Putih bukan hanya kain berwarna, tetapi simbol sah kedaulatan bangsa sebagaimana tercantum dalam Pasal 35 UUD NRI 1945 dan diperkuat melalui UU No. 24 Tahun 2009. Secara eksplisit menyatakan bahwa bendera negara tidak boleh diperlakukan secara sembarangan, apalagi digantikan oleh simbol lain di ruang-ruang yang bersifat resmi atau publik.

“Dengan kata lain, perlakuan terhadap bendera negara adalah bagian dari penghormatan terhadap kedaulatan dan martabat bangsa,” tegasnya

Di sisi lain, Johan menyampaikan tindakan mengibarkan bendera fiksi sebagai pengganti Merah Putih bukan hanya pelanggaran etika kebangsaan, tetapi juga dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. Meski pelakunya mungkin tidak menyadari dampaknya, negara tetap memiliki kewajiban untuk menegakkan aturan yang melindungi simbol-simbol kedaulatan.

Oleh karena itu, perlu ada penguatan regulasi dan penegakan hukum secara bijak, tapi tegas. Negara tidak boleh membiarkan tindakan ini menjadi trend karena akan menciptakan preseden negatif yang menurunkan nilai simbolik negara dalam benak politik.

Budaya global bukan suatu hal yang perlu dimusuhi, tapi ketika budaya pop dari luar negeri mulai menggantikan simbol-simbol kebangsaan, Indonesia sedang menghadapi krisis identitas yang nyata. Fenomena ini menunjukkan bahwa nasionalisme Indonesia belum cukup mengakar secara kultural dalam generasi muda. Mereka hidup dalam dunia digital yang tanpa batas, tetapi tidak cukup dibekali dengan fondasi nilai kebangsaan yang kuat.

“Di sinilah pentingnya revitalisasi narasi kebangsaan. Kita harus belajar menyampaikan nasionalisme dalam bahasa yang dipahami dan dirasakan oleh generasi digital. Merah Putih harus tampil bukan hanya di dinding kelas, tapi juga dalam meme, lagu, film, dan budaya digital yang mereka konsumsi setiap hari,” kata Johan

Exit mobile version